IHTIHSAN SEBAGAI DALIL HUKUM ISLAM
Dsusun Oleh: Zainal Masri
STAIN Batusangkar
Dsusun Oleh: Zainal Masri
STAIN Batusangkar
1. Defenisi ihtisan
Menurut
bahasa artinya menganggap sesuatu itu baik, memperhitungkan sesuatu lebih baik,
mengikuti sesuatu yang lebih baik, atau mencari yang lebih baik untuk
diikuti,karena memang di suruh untuk itu.
Sedangkan
istihsan menurut istilah ulama ushul fiqih adalah berpalingnya seseorang
mujtahid dari tuntutan qiyas yang jali (nyata) kepada tuntutan kiyas yang
khafi(samar)atau dari hukum kulli (umum) kepada hukum istitnainy (pengecualian)
ada dalil yang menyebabkan dia mencela akalnya dan memenangkan perpalingan ini
Imam
al-bazdawi (400-482 H/1010-1059 M), salah seorang ahli mazhab hanafi menulis:
istihsan adalah berpaling dari kehendak qiyas kepada qiyas yang lebih kuat atau
pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang labih kuat.
Adapun
As-Sarakhsi (1090 M), menyatakan: istihsan itu berarti meninggalkan qiyas dan
mengamalkan yang lebih kuat dari itu karena adanya dalil yang lebih kuat dari
itu, karena adanya dalil yang meng hendakinya serta lebih sesuai dengan kemaslahatan
umat manusia.
Abu
hanifah mengatakan istihsan itu sembilan persepuluh ilmu.[1]
As-syafi’i
berkata barang siapa menetapkan hukum dengan istihsan berarti membuat syariat
sendiri.[2]
2. Dasar hukum ihtisan
1. Alqur’an
tûïÏ%©!$# tbqãèÏJtFó¡o tAöqs)ø9$# tbqãèÎ6Fusù ÿ¼çmuZ|¡ômr& 4 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# ãNßg1yyd ª!$# ( y7Í´¯»s9'ré&ur öNèd (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÊÑÈ
18. Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti
apa yang paling baik di antaranya[1311]. mereka Itulah orang-orang yang Telah
diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.
[1311] maksudnya ialah mereka yang mendengarkan
ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya
ialah ajaran-ajaran Al Quran Karena ia adalah yang paling baik.
2. Hadits
ﻣﺎﺮﺄﻩ ﺍﻠﻤﺴﻠﻤﻮﻦ ﺤﺴﻨﺎ ﻔﻬﻮ ﻋﻨﺪ ﺍﷲ ﺤﺴﻦ
“ Sesuatu yang di pandang baik oleh
umat islam, maka ia dihadapan allah juga baik”
(HR. Ahmad ibn hanbal)
3. Kedudukan atau Kehujjahan ishtisan
Ulama
berbeda pendapat menetapkan istihsan sebagai salah satu metode istimbat hukum. Ulama hanafiah, malikiah, dan sebagian ulama
hanabilah menyatakan bahwa istihsan meruapakan dalil yang kuat dengan alasan:
1. Firman allah SWT
ßÌã ª!$# ãNà6Î/ tó¡ãø9$# wur ßÌã
ãNà6Î/ uô£ãèø9$#
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu...(Qs. Albaqarah: 185)
2. Hadis
“ Sesuatu yang di pandang baik oleh
umat islam, maka ia dihadapan allah juga baik”
(HR. Ahmad ibn hanbal)
3. Hasil penelitian dari berbagai ayat dan
hadis terdapat berbagai permasalahan yang terperinci menunjukan bahwa
memberlakukan hukum sesuai dengan kaedah umum dan qiyas adakalanya membawa
kesulitan bagi umat manusia, sedangkan syariat islam menunjukan untuk
mengasilkan dan mencapai kemaslahatan manusia.
4. Macam-macam
Ulama
hanafi membagi istihsan kepada 6 macam yaitu:
1. Istihsan bi an annas yaitu istihsan
berdasarkan ayat atau hadist, maksudnya adalah ada ayat atau hadits tentang
hukum suatu kasus yang berbeda dengan ketentuan kaedah umum. Contohnya dalam
masalah wasiat. Menurut ketentuan umum atau qiyas wasiat itu tidak beleh,
karena sifat pemindahan hak milik kepada orang yang berwasiat dilakukan ketika
orang yang berwasiat tidak cakap lagi yaitu setelah wafat. Akan tetapi kaidah
umum ini dikecualikan melalui firman allah SWT\
`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur ÓÅ»qã !$pkÍ5 ÷rr& Aûøïy
Sesudah dipenuhi
wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya
Berdasarkan ayat ini, kaidah umum
itu tidak berlaku untuk masalah wasiat.
2. Istihsan ijma’ Yaitu istihsan yang
didasarkan kepada ijma’
Contoh: dewasa ini yang
sering terjadi adalah dalam kasus pemandian umum. Menurut ketentuan kaedah
umum, jasa pemandian umum itu harus jelas yaitu berapa lama seseorang mandi dan
berapa jumlah air yang dipakai, akan tetapi apabila hal ini dilakukan maka akan
menyulitkan orang banyak. Oleh sebab itu para ulama sepakat menyatakan bahwa
boleh mempergunakan jasa pemandian umum sekalipun tanpa menentukan jumlah air
dan lama waktu yang dipakainya.
3. Istihsan bi al qiyas al khafi
Istihsan dengan qiyas kahfi
dilakukan karena adanya pertentangan antara dua qiyas, bila terjadi
pertentangan maka yang diutamakan adalah qiyas mempunyai pengeruh lebih kuat
dan lebih sesuai dengan jenis illat yang ditetapkan syara yang merupakan dasar
qiyas. Apabila fuqaha menghadapi masalah yang dapat dikembalikannya kepada dua
dasar itu maka mereka memilih qiyas yang mempunyai pengaruh hukum yang kuat.
Golongan hanafiayah mencontohkan dengan tidak najisnya sisa minuman burung
buas, qiyas menetapkan najis terhadapnya dan mengqiyaskannya kepada binatang
buas dengan illat bahwa daging keduanya najis.
4. Istihsan bi al maslahah yaitu Istihsan
berdasarkan kemaslahatan. Ulama malikiah mencontohkan membolehkan dokter
melihat aurat wanita dalam berobat.
5. Istihsan bi al ‘urf yaitu Istihsan
berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku umum. Contohnya (lihat istihsan
berdasarkan ijma’)
6. Istihsan bi adh dharurah
Istihsan
berdasarkan keadaan darurat. Contohnya dalam kasus sumur kemasukan najis.
Menurut kaedah umum sumur itu sulit untuk dibersihkan dengan mengeluarkan seluruh
air sumur tersebut, karena sumur yang sumbernya dari mata air sulit untuk
dikeringkan. Ulama hanafiah mengatakan bahwa dalam keadaan seperti ini, untuk
menghilangkan najis cukup dengan memasukan beberapa galon air kedalam sumur,
karena keadaan darurat menghendaki agar orang tidak mendapatkan kesulitan dalam
mendapatkan air untuk beribadah dan kebutuhan lainya.[3]
5.
Aplikasi di Zaman Modern.
Seperti
yang telah dijelaskan bahwa istihsan itu digunakan oleh sekelompok ulama karena
dalam menghadapi suatu kasus pada keadaan tertentu merasa kurang puas jika
menggunakan pendekatan yang berlaku secara konvesional, seperti dengan
menggunakan qiyas jali atau dalil umum menurut cara-cara biasa dilakukan.
Dengan cara konvesional itu, ketentuan hukum yang dihasilkan kurang (tidak)
mendatangkan kemaslahatan yang diharapkan dari penetapan hukum. Dalam keadaan
demikian, si mujtahid menggunakan dalil atau pendekatan yang konvesional
tersebut. Pendekatan yang mereka lakukan adalah dalam bentuk ijtihad yang
mereka lakukan adalah dalam bentuk ijtihad yang disebut istihsan
Dewasa
ini dan lebih-lebih lagi pada masa yang akan datang permasalahan kehidupan
manusia akan semakin berkembang dan semakin komplek, permasalahan itu harus
dihadapi umat islam yang menuntut adanya jawaban penyelesaiannya dari segi
hukum islam. Kalau hanya semata mengandalkan pendekatan dengan cara atau metode
lama (konvesional) yang digunakan oleh ulama terdahulu untuk menghadapinya,
mungkin tidak akan mampu menyelesaikan semua permasalahan tersebut dengan baik (tepat).
Karena itu, si mujtahid harus mampu menemukan pendekatan atau dalil alternatif
di luar pendekatan lama. Oleh karena itu kecendrungan untuk menggunakan
istihsan akan semakin kuat karena kuatnya dorongan dari tantangan persoalan
hukum yang berkembang dalam kehidupan manusia yang semakin cepat berkembang dan
semakin kompleks.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar